Rabu, 26 November 2008

HUBUNGAN ANTARA SOSIAL BUDAYA DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang.

Baik tidaknya proses tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor sosial, pelayanana kesehatan, gizi dan lain sebagainya. kecukupan akan zat gizi pada masa bayi umur 0-6 bulan dapat diperoleh dari ASI tanpa tambahan makanan lain (ASI eksklusif).
ASI merupakan yang terbaik bagi bayi karena komposisinya sesuai dengan kebutuhan dan banyak mengandung zat antibody yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi. bayi yang mendapat ASI eksklusif morbiditas dan mortalitasnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif. menurut WHO (2004) terdapat 1-1,5 juta bayi meninggal dunia setiap tahunnya karena tidak mendapat ASI eksklusif. sementara itu angka kematian bayi merupakan salah satu indikator kesehatan masyarakat (susenas 2001).
Hasil yang dikeluarkan survey demografi dan kesehatan indonesia (SDKI) periode 1997-2002 cukup memprihatinkan. bayi yang mendapat ASI eksklusif sangat rendah. sebanyak 86% bayi mendapatkan makanan berupa susu formula, makanan padat, atau campuran antara ASI dan susu formula.
Berdasarkan pengamatan peneliti bahwa semakin banyak ibu di zaman sekarang ini tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayi. menteri negara pemberdayaan perempuan meutia hatta swasono berpendapat, faktor sosial budaya ditenggarai menjadi faktor utama pada pemberian ASI eksklusif pada balita di indonesia.
Banyak faktor yang mempengaruhi pola menyusui pada masyarakat. salah satu diantaranya adalah aspek sosial budaya. sebagaimana yang dikemukakan oleh blum (1974), bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan masyarakat sangat tergantung pada lingkungan, termasuk lingkungan sosial. sikap ibu dalam menyusui sangat tergantung pada lingkungan sosial dan budaya dimana ia dididik. epidemiologi sosial sebagai cabang ilmu epidemiologi berfokus pada fakta-fakta sebagai hasil daripada faktor sosial diantaranya status sosial, suku, jaringan sosial, jenis kelamin, dan status ekonomi. pola fikir holistik sangat penting dalam penanganan berbagai masalah kesehatan, dikarenakan masalah kesehatan pada hakekatnya bukanlah disebabkan oleh penyebab yang berdiri sendiri, tetapi keterkaitan beberapa faktor yang saling mempengaruhi sebagaimana disampaikan blum (1974) bahwasannya kesehatan dipengaruhi oleh faktor keturunan, pelayanan kesehatan, gaya hidup dan lingkungan.
Dengan memberikan ASI eksklusif terjalin hubungan yang lebih erat antara ibu dan bayi karena secara alami dengan adanya kontak kulit, bayi merasa aman. hal ini sangat penting bagi perkembangan psikis dan emosi bagi bayi. selain itu pemberian ASI eksklusif dapat meningkatkan kekebalan tubuh bayi. dan masih banyak keunggulan lain dari ASI eksklusif. untuk itu pemberian ASI secara eksklusif perlu ditingkatkan. untuk perlu diketahui kontribusi ibu dalam menyusui bayinya secara eksklusif.
1.2 Rumusan masalah
masih rendahnya ibu memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya.
1.3 Pertanyaan penelitian
1. apakah ada hubungan antara sosial budaya dengan pemberian ASI eksklusif?
2. bagaimanakah pola pemberian ASI?
1.4 Tujuan penelitian
1.4.1 Tujuan umum
untukmengetahui hubungan antara sosial budaya dengan pemberian ASI eksklusif.
1.4.2 Tujuan khusus
1. mengetahui pola pemberian ASI eksklusif dan yang tidak memberi ASI eksklusif.
2. mengetahui hubungan budaya dengan pemberian ASI eksklusif
1.5 Manfaat penelitian
1.5.1 untuk petugas
hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk evaluasi dan perencanaan program yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif
1.5.2 untuk puskesmas
hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam peningkatan program KIA, khususnya yang berkaitan dengan pemberian ASI eksklusif
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 asi eksklusif
2.2 sosial budaya
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka konsep
sosial budaya dihubungkan dengan tanda panah pemberian ASI eksklusif
3.2 Definisi operasional
kebudayaan adalah tradisi atau kebiasaan meliputi tingkah laku ibu yaitu memiliki bayi <> 6 bulan), yaitu pemberian air, jeruk, madu, air teh, pisang, pepaya, bubur susu dan biskuit.
cara ukur : wawancara
alat ukur : kuesoiner
hasil ukur :
1. budaya kurang baik, apabila ibu memberikan makanan atau minuman tambahan sebelum usia 6 bulan.
2. budaya baik, apabila ibu tidak memberikan makanan atau minuman tambahan sebelum 6 bulan.
skala ukur : ordinal
pemberian ASI eksklusif adalah memberikan makanan kepada bayi berupa ASI tanpa makanan apapun, termasuk air utih sampai bayi berusia 6 bulan.
cara ukur : wawancara
alat ukur : kuesioner
hasil ukur :
1. memberi ASI eksklusif
2. tidak memberi ASI eksklusif
skala ukur : ordinal.
3.2 Hipotesis
terdapat hubungan yang signifikan antara sosial budaya dengan pola pemberian ASI eksklusif.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Desain studi
dalam penelitian ini menggunakan desain studi cross secsional.
4.2 Populasi dan sampel
populasi adalah ibu yang mempunyai anak balita yang berkunjung ke puskesmas A bulan januari- desember 2007. sampel penelitian ini adalah ibu memberi dan yang tidak memberi ASI eksklusif selama 6 bulan.
4.3 Proses pengumpulan data
pengambilan data dengan wawancara langsung menggunakan kuesoiner pada bulan desember 2007.
4.4 Instrumen
penelitian ini menggunakan instrumen kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti.
4.5 Manajemen dan analisis
setelah data terkumpul, selanjutnya data :
1. dicek ulang melalui kelengkapan data.
2. diberi kode sesuai dengan kategori variabel penelitian
3. pengumpulan data dengan menggunakan komputer
4. klasifikasi data
Setelah data diklarifikasikan, dilanjutkan dengan analisis. analisis yang dilakukan meliputi :
1. analisis univariat yaitu mengetahui proporsi kategori variabel penelitian secara deskriptif.
2. analisis bivariat yaitu mengetahui hubungan antar budaya dengan pemberian ASI eksklusif. analisis ini menggunakan uji kai kuadrat.
4.6 Waktu dan tempat penelitian
pada bulan desember 2007 dilakukan penelitian d puskesmas A di desa suka maju kecamatan tak gentar kabupaten merdeka.
4.7 Keterbatasan penelitian
keterbatasan dalam penelitian ini terletak pada penggunaan bahas, dikarenakan masyarakat desa tidak dapat menggunakan bahas indonesia dengan lancar. maka proses pengumpulan data harus menggunakan bahasa daerah yang digunakan di daerah setempat.
from : mahasiswi politeknik kesehatan bandung perwakilan jurusan kebidanan rangkasbitung

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KONSUMEN DENGAN PEMANFAATAN POLINDES

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pondok bersalin desa (polindes) merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yang didirikan masyarakat atas dasar musyawarah sebagai kelengkapan dari pembangunan masyarakat desa. Pondok bersalin desa bermanfaat untuk pelayanan kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana (Dachroni, dkk. 2000). kontibusi keberadaan polindes dalam meningkatkan cakupan dan pelayanan kesehatan ibu dan anak cukup besar yaitu menurunnya angka kematian bayi dari 71/1000 menjadi 41/1000 kelahiran hidup tahun 1997. disisi lain keberhasilan tersebut belum diimbangi dengan menurunnya angka kematian ibu. polindes yang memiliki masyarakat baru sekitar 35 (dachroni,, 2000). pemanfaatan polindes masih rendah (Depkes, 2000). faktor yang mempengaruhi meliputi kurangnya promosi, rendahnya partisipasi masyarakat, image bidan jelek dan komitmen kepemilikan oleh masyarakat rendah (dachroni, 2000), mutu pelayanan rendah (Ristrini, 2000). kenyataan di lapangan tampak bahwa ibu hamil dan bersalin lebih memilih tempat pelayanan selain polindes untuk melakukan ANC dan persalinan.
Di era sekarang polindes banyak ditinggalkan oleh para ibu hamil maupun ibu bersalin. mereka lebih memilih bidan praktik swasta sebagai tempat periksa hamil maupun bersalin. mengapa terjadi pergeseran trend perilaku konsumen, hal ini perlu penelitian. di sisi lain ternyata di daerah pedesaan polindes merupakan pilihan utama bagi ibu hamil dan ibu bersalin untuk periksa. faktor apa saja yang menyebabkan mereka tetap memilih polindes sebagai tempat persalinan perlu dikaji secara ilmiah menggunakan paradigma manajemen pemasaran
Faktor yang mempengaruhi persepsi konsumen terhadap perilaku konsumen dalam proses pengambilan keputusan suatu produk adalah bauran pemasaran, lingkungan dan karakteristik pembeli (Rosyid, M. 2001). faktor resiko produksi, karakteristik konsuman dan faktor situasi (Sumarwan. 2004). menurut kartajaya (2005) proses pengambilan keputusan dipengaruhi oleh lingkungan, perbedaan individu, strategi pemasaran dan proses biologis.
Hasil penelitian berkonsep strategi pemasaran membuktikan bahwa faktor fasilitas, pelayanan, lokasi, harga, produk dan karakteristik individu mempengaruhi keputusan konsumen. variabel inilah yang ingin diketahui mana yang paling dominan mempengaruhi konsumen dalam memberikan keputusan memilih pondok bersalin desa sebagai tempat persalinan.
1.2 Rumusan masalah
Masih rendahnya pemanfaatan polindes oleh ibu hamil dan bersalin di wilayah puskesmas cibadak. ibu hamil dan bersalin lebih memilih tempat pelayanan lain (bidan praktek swasta atau dukun paraji) untuk melakukan ANC dan persalinan.
1.3 Pertanyaan penelitian
1. berapa besar proporsi ibu yang memanfaatkan atau tidak memanfaatkan polindes?
2. berapa besar proporsi ibu yang memiliki persepsi positif atau negatif terhadap polindes?
3. apakah ada hubungan antara persepsi ibu terhadap polindes dengan perilakunya dalam memanfaatkan polindes?
1.4 Tujuan penelitian
1.4.1 Tujuan umum
untuk memperoleh informasi tentang hubungan antara persepsi ibu dengan perilakunya dalam memanfaatkan polindes.
1.4.2 Tujuan khusus
1. untuk mengetahui berapa besar proporsi ibu yang memiliki persepsi positif atau negatif terhadap polindes.
2. untuk mengetahui berapa besar proporsi ibu yang memanfaatkan atau tidak memanfaatkan polindes.
3. untuk mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi ibu terhadap polindes dengan perilakunya dalam memanfaatkan polindes.
1.5 Manfaat penelitian
1.5.1 untuk puskesmas
hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan untuk evaluasi dan perencanaan program penyuluhan pada ibu hamil dan bersalin yang berkaitan dengan pemanfaatan polindes.
1.5.2 untuk petugas kesehatan
hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan atau acuan dalam memberikan pelayanan, khususnya yang berkaitan dengan pemanfaatan polindes.

BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Persepsi
2.2 Pondok Bersalin Desa

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka konsep
Persepsi dihubungkan dengan tanda panah Pemanfaatan polindes
3.2 Definisi operasional
Persepsi adalah proses interna yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan.
cara ukur : pertanyaan.
alat ukur : daftar pertanyaan (kuesioner).
hasil ukur :
1. baik
2. tidak baik
skala ukur : ordinal.

Pemanfaatan polindes adalah perilaku responden dalam mendayagunakan tempat pelayanan kesehatan ibu dan anak (polindes).
cara ukur : wawancara.
alat ukur : kuesioner.
hasil ukur :
1. dimanfaatkan.
2. tidak dimanfaatkan.
3.3 hipotesis
adanya hubungan antara persepsi konsumen dengan pemanfaatan polindes.

BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Desain studi
Dalam penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional.
4.2 Populasi dan sampel
populasinya yaitu ibu hamil dan ibu bersalin yang ada di wilayah puskesmas cibadak kecamatan cibadak pada bulan januari-oktober 2008, jumlah sampelnya yaitu 100 respondent.
4.3 Proses pengumpulan data
pengambilan data dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner pada bulan oktober 2008.
4.4 Instrument
penelitian ini menggunakan instrumen kuesioner yang disusun oleh peneliti.
4.5 Manajemen analisis data
setelah dataterkumpul, selanjutnya data diperiksa kembali untuk memastikan kelengkapan data. setelah data lengkap maka data tersebut dianalisis. analisis yang dilakukan yaitu :
1. Analisis univariat
analisis univariat dilakukan terhadap setiap variabel dari hasil penelitian. analisis univariat ini dilakukan untuk mengetahui proporsi kategori variabel secara deskriptif.
2. analisis bivariat
untuk mengetahui adanya hubungan antara persepsi konsumen dengan pemanfaatan polindes sebagai tempat pemeriksaan kehamilan dan persalinan. analisis ini menggunakan tabulasi silang dengan uji chi square (X kuadrat) sehingga dapat diketahui ada atau tidaknya hubungan yang bermakna secara statistik dengan derajat atau tingkat pemaknaan alpha 0,05 (5%).
4.6 Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilakukan selama 10 bulan (januari-oktober 2008), lokasi penelitian di wilayah puskesmas cibadak.
4.7 Keterbatasan penelitian
kurangnya partisipasi aktif dari responden terhadap penelitian yang dilakukan. untuk itu dapat diminimalisasi dengan cara menciptakan suasana yang akrab dan kondusif dengan responden, sehingga mereka mau bekerja sama dengan peneliti dalam memberikan informasi.

from : mahasiswi politeknik kesehatan bandung perwakilan jurusan kebidanan rangkasbitung jalum tingkat III

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PSK REMAJA DENGAN KEJADIAN PMS

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Alasan kemampuan atau keterampilan yang tidak dimiliki sama sekali atau uang yang dibutuhkan sebagai modal untuk usaha lain membuat remaja memilih PSK sebagai tempat atau satu-satunya alternative yang paling mudah dan gampang, dimana mereka dapat mengusahakan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Penyebab remaja memasuki dunia PSK adalah kurangnya perhatian, hilangnya harmonisasi dan terbatasnya komunikasi dalam keluarga yang membuta mereka kemudian menekuni pekerjaan sebagai PSK. Hal itu juga dikemukakan oleh manuaba (1998), bahwa sikap moral yang berorientasi matrealistis telah mengubah gejala untuk ikut serta menikmatinya, dan memerlukan biaya yang dipecahkan oleh teman sebayanya. Demikian yang ditemukan pada responden yang mengatakan “Dalam keluarga terlalu keras, jarang berkumpul bersama-sama. Masing-masing orang sibuk dengan kegiatannya sendiri dan mementingkan dirinya saja. Masing-masing orang hidup untuk dirinya sendiri”.
Tetapi keinginan untuk mencari dan mengumpulkan uang menjadi pusat perhatian membuat mereka kurang memperhatikan dampak dari pekerjaannya, misalnya kemungkinan mengidap penyakit menular seksual. Penyakit menular seksual (PMS) merupakan salah satu infeksi saluran reproduksi (ISR) yang ditularkan melalui hubungan kelamin. Yang mereka hindari dan hanya menaruh perhatian adalah keadaan yang dapat membuat mereka tidak bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka seperti hamil.
Dihubungkan dengan lama mereka melakukan praktek sebagai PSK, maka pengetahuan remaja tentang PMS sangat minim. Pengetahuan mereka hanya terbatas pada akibat penyakit yang umum terjadi. Pengetahuan yang berhubungan dengan gejala-gejala dan pola-pola pencegahan pada umumnya masih sangat kurang. Padahal pengetahuan ini justru sangat dibutuhkan untuk mencegah kemungkinan seseorang tertular PMS. Minimnya pengetahuan mereka turut mempengaruhi upaya penanggulangan yang perlu dilakukan, sehingga dapat memutuskan mata rantai penularan. Demikian pula apa yang dilaporkan oleh DEPKES RI (2005), bahwa hanya 24% remaja mengetahui tentang IMS/PMS.
Rendahnya pengetahuan remaja PSK tentang cara penularannya dan gejala yang diperlihatkan seseorang yang menderita PMS akan turut berpengaruh pada perilaku seks mereka. Pengetahuan dan pemahaman yang tidak jelas terhadap orang dengan gejala dan tanda PMS membuat remaja PSK tidak mewaspadai pelanggan yang berpotensi menularkan penyakit tersebut pada waktu melayaninya. Melalui pengalaman yang menurut mereka aman-aman inilah membuat remaja PSK semakin mempunyai kepastian untuk meneruskan pekerjaan mereka menjadi PSK dan melakukan hubungan seks dengan pelanggan dengan pemikiran tidak akan mungkin tertular PMS.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah masih rendahnya pengetahuan PSK remaja terhadap penularan penyakit melalui hubungan seksual.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Apakah ada hubungan antara pengetahuan PSK remaja dengan kejadian PMS di kota Merak, provinsi Banten?
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui dan mengkaji hubungan tingkat pengetahuan PSK remaja tentang pencegahan kejadian PMS dengan kejadian infeksi PMS.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1.5.1 Peneliti.
Untuk menambah wawasan, pengetahuan serta dapat mengaplikasikan teori-teori yang didapat selama kuliah, kedalam dunia kerja maupun kehidupan masyarakat agar kelak angka kejadian PMS dapat berkurang.
1.5.2 Dinas kesehatan.
Untuk masukan dalam rangka meningkatkan upaya-upaya pencegahan PMS khususnya di wilayah kota Merak, provinsi Banten.
BAB II TINJAUAN TEORI.
2.1 Penyakit menular seksual.
2.2 Pengetahuan.
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep.
Pengetahuan PSK Remaja dihubungkan dengan tanda panah Kejadian PMS
3.2 Definisi Operasional.
Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang yang tidak dibatasi pada deskriptif, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara probabilitas adalah benar atau berguna.
Cara ukur : wawancara.
Alat ukur : kuesioner (daftar pertanyaan).
Hasil ukur :
1. Pengetahuan PSK remaja dikatakan rendah jika nilai kurang dari rata-rata.
2. pengetahuan PSK remaja dikatakan tinggi jika nilai lebih dari atau sama dengan rata-rata.
Skala ukur : ordinal.

Kejadian PMS adalah suatu keadaan infeksi alat reproduksi PSK remaja yang disebabkan karena perilakunya sebagai pekerja seks.
Cara ukur : pemeriksaan laboratorium.
Alat ukur : set alat laboratorium.
Hasil ukur :
1. dinyatakan positif apabila hasil pemeriksaan menunjukkan PSK remaja didiagnosa terkena PMS.
2. dinyatakan negative apabila hasil pemeriksaan menunjukkan PSK remaja didiagnosa tidak terkena PMS.
Skala ukur : ordinal.
3.3 Hipotesis.
Terdapat hubungan antara pengetahuan PSK remaja dengan kejadian PMS.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Desain Studi.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian komprehensif yang menggunakan desain cross seksional.
4.2 Populasi dan sample.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh PSK remaja di kota Merak, provinsi Banten tahun 2008. dimana jumlah sample penelitian adalah 100 PSK remaja di kota Merak tahun 2008. sample diambil dengan menggunakan teknik accidental sampling.
4.3 Proses pengumpulan data.
Untuk variable pengetahuan memberikan daftar pertanyaan (kuesioner) dengan 20 pertanyaan terbuka kepada PSK remaja, sedangkan untuk variable kejadian PMS dilakukan pemeriksaan secret vagina.
4.4 Instrument.
Instrument dalam penelitian ini meliputi daftar pertanyaan (kuesioner) terbuka untuk mengetahui tingkat pengetahuan PSK remaja mengenai pencegahan kejadian PMS dan alat laboratorium untuk pemeriksaan secret vagina.
4.5 Manajemen dan analisis data.
Untuk mengetahui adanya hubungan antara pengetahuan PSK remaja dengan kejadian PMS, dilakukan teknik analisis data dengan menguji hipotesis penelitian tentang pengaruh variable independent terhadap variable dependent menggunakan uji kai kuadrat dengan tingkat kemaknaan 95% (alpha 0,05). Sedangkan hasil yang diharapkan dapat memberikan manfaat untuk menurunkan angka kejadian PMS.
4.6 Waktu dan tempat penelitian.
Penelitian dilakukan di kota Merak, provinsi Banten mulai tanggal 1-31 Desember 2008.
4.7 Keterbatasan penelitian.
Kurangnya keterbukaan PSK remaja dalam menjawab semua pertanyaan yang diajukan. Hal ini dapat diminimalisir dengan menciptakan suasana yang nyaman sehingga menimbulkan rasa percaya terhadap pewawancara.
from : mahasiswi politeknik kesehatan bandung perwakilan jurusan kebidanan rangkasbitung jalum tingkat III

MENOPAUSE

BAB I
PENDAHULUAN.
1.1 Latar Belakang Masalah
Masa menopause merupakan fase yang selalu terjadi pada wanita yang menginjak umur 44 tahun dan ditandai dengan berhentinya haid. Terkadang wanita belum siap untuk menghadapi masa ini karena mereka selalu beranggapan bahwa seorang wanita yang telah mendapatkan/ mengalami menopause gairah seksualnya juga akan menurun. Dan hal ini yang dikhawatirkan oleh pasangan suami istri pada umumnya.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas maka kami akan menguraikan:
1. Apa pengertian Menopause?
2. Apa penyebab dan gejala-gejalanya?
3. Apakah Menopause mempengaruhi hubungan seksual wanita?
4. Bagaimana solusinya?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui tentang Menopause.
2. Mengetahui penyebab dan gejala-gejala Menopause.
3. Mengetahu pengaruh Menopause terhadap hubungan seksual wanita.
4. Mengetahui solusi dari masalah Menopause.
BAB II
PEMBAHASAN ISI.
2.1 Pengertian Menopause
Monopouse atau ketuaan bukanlah mitos. Keduanya merupakan kenyataan. Pengalaman perempuan dengan kedua kenyataan tersebut apakah penuh penderitaan atau tidak, tergantung bagaimana perasaan perempuan mengenai dirinya sendiri.Kata monopouse berasal dari bahasa Yunani yang berarti “bulan” dan “penghentian sementara”. Berdasarkan definisinya, kata monopouse itu berarti masa istirahat. Sebenarnya secara linguistik, istilah yang lebih tepat adalah menocease yang berarti berhentinya masa menstruasi.Monopouse ialah haid terakhir atau saat terjadinya haid terakhir. Diagnosis menopouse dibuat setelah terdapat amenovera sekurang-kurangnya satu tahun. Berhentinya haid dapat didahului oleh siklus haid yang lebih panjang dengan pendarahan yang berkurang. Umur waktu terjadinya monopouse dipengaruhi oleh keturunan, kesehatan umum, dan pola kehidupan.Monopouse rupanya ada hubungannya dengan menarch. Makin dini menarch terjadi, makin lambat monopause timbul; sebaliknya makin lambat menarch terjadi, makin cepat menopause timbul. Pada abad ini umumnya nampak bahwa menarch makin dini timbul dan monopause makin lambat terjadi, sehingga masa reproduksi menjadi lebih panjang. Walaupun demikian di negara-negara maju rupanya menarch tidak lagi bergeser ke umur yang lebih muda, tampaknya batas maksimal telah tercapai. Monopause yang artificial karena operasi atau radiasi pada umumnya menimbulkan keluhan yang lebih banyak dibandingkan monopause alamiah.
2.2 Penyebab Menopause
Untuk memahami mengapa terjadi menopause, mengapa dan bagaimana menopause itu mempengaruhi perempuan, pertama-tama kita harus memiliki pemahaman dasar tentang sistem endokrin perempuan. Sistem endokrin adalah sistem yang mengatur semua zat penting didalam tubuh perempuan yang dikenal sebagai hormon. Dua hormon penting yang dihasilkan perempuan adalah esterogen dan progesterone. Salah satu bagian tubuh perempuan yang menghasilkan hormon estrogen adalah indung telur. Keduanya berfungsi dan diperlukan untuk pelepasan jaringan dinding rahim. Meskipun saling berhubungan dan berkaitan satu sama lain, hormon-hormon ini berbeda.Salah satu hal istimewa mengenai tubuh perempuan ialah jika salah satu organ melemah maka organ yang lain akan membantu. Itu pula yang terjadi dengan persediaan esterogen perempuan. Ketika indung telur, yang merupakan bagian tubuh yang berhubungan erat dengan produksi esterogen, kehilangan sel-selnya (sama halnya dengan bagian-bagian lain dari tubuh kita sejalan dengan bertambahnya usia) maka kelenjar-kelenjar adrenalin akan mengambil alih sebagian produksi.Oleh karenanya seorang perempuan yang mengalami menopause bukan berarti otomatis/ langsung menurun gairah seksualnya.
2.3 Gejala-gejala Menopause
Haid adalah peristiwa yang terjadi secara khas pada individu, baik dalam awal pertama kali terjadi, dalam siklus, jumlah darah yang keluar, maupun dalam gejala-gejala yang menyertainya. Demikian pula ketika terjadi menapause akan menimbulkan gejala-gejala yang berbeda pada tiap orang. Meskipun demikian, dapatlah dikatakan bahwa gejala-gejala menopause dapat berupa antara lain; insomnia, rasa panas (hot flash), banyak berkeringat, depresi, berkurangnya daya ingat, sulit menahan dorongan untuk kencing (inkontinensia).Gejala lain yang menjadi tanda menopause adalah gangguan sembelit, gangguan punggung, dan tulang belulang, bengkak, linu serta nyeri.Karena sifat gejala yang berbeda-beda pada tiap orang itu maka ada baiknya jika anda mencatat tanggal-tanggal haid anda serta gejala-gejala “yang tidak biasa” yang mungkin terjadi, setelah anda mencapai atau melampaui usia 40 tahun.
2.4 Pengaruh Menopause terhadap Hubungan Seksual Perempuan
Kehidupan seksual sesuadah menopause ternyata tidak mengalami perubahan pada 60% perempuan. Dua puluh persen diantaranya mengalami peningkatan keinginan seksual dan 20% lagi mengalami pengurangan. Karena tidak ada lagi resiko kehamilan, banyak perempuan mempunyai keinginan seksual yang lebih besar dan bahkan kadang memperbaiki hubungan antara pasangan. Memang, dalam kenyataannya nafsu seksual tidak ada hubungannya dengan produksi hormon pada saat atau sesudah menopause.Penelitian di Amerika menunjukkan bahwa perempuan masih tetap mempunyai nafsu seksual sampai pada usia yang lebih tua dibanding kaum laki-laki. Setiap tujuh diantara 10 pasangan di Amerika masih tetap melakukan senggama sesudah usia 60 tahun. Alasan utama berhentinya kegiatan seksual mereka biasanya disebabkan oleh adanya gangguan kesehatan, yang biasanya terjadi pada pihak laki-laki. Kendati demikian, sementara sebagian perempuan tidak mengalami perubahan pada keinginannya untuk berhubungan seks, sebagian lainnya tidak peduli jika ia tidak berhubungan dengan pasangannya selama berbulan-bulan.
2.5 Cara Mencegah Pemunculan Gejala-gejala Menopause
Tidak semua perempuan yang mengalami menopause memerlukan terapi estrogen pengganti, sebagian lagi hanya memerlukannya selama beberapa bulan, karena tidak semua peremuan mengalami gejala menopause yang demikian mengganggu sehingga memerlukan estrogen pengganti.Di masyarakat Asia pada umumnya, gejala menopause tidak banyak dikeluhkan karena secara kultural orang-orang yang menjadi lanjut usia justru mendapatkan kedudukan sosial yang terhormat. Perempuan yang masih tetap aktif ketika memasuki masa menopause juga tidak mengalami gejala menopause yang berarti.
Adapun kegiatan-kegiatan yang dapat mencegah pemunculan gejala-gejala menopause.
1. Olah Raga (exercising)
Tetap berusaha agar hidup aktif akan menekan gejala insomnia, memperlambat osteoporosis dan penyakit jantung, dan juga mencegah “hot flashes”.
2. Berhenti Merokok
Merokok sebenarnya ikut mempercepat munculnya menopause. Berhenti merokok juga akan meringankan gejala-gejala menopause.
3. Mengkonsumsi Kalsium
Perempuan, terutama menjelang usia-usia menopause, sebaiknya mengkonsumsi kalsium sebanyak 1000-1500 gram seharinya. Sebagian besar dapat diperoleh dari makanan, seperti susu, yoghurt, beberapa jenis sayuran (antara lain brokoli). Kalau jumlah kalsium dari makanan kurang mencukupi, dapat juga memakan tablet kalsium.
4. Vitamin Tambahan
Sebagian besar vitamin yang diperlukan tubuh sudah diperoleh melalui makanan kita sehari-hari. Tetapi adakalanya terutama mereka yang aktif, memerlukan juga tambahan vitamin. Vitamin yang diperlukan antara lain B1, B2, B12, asam folat dan terutama bagi mereka yang menginjak usia menopause memerlukan vitamin-vitamin aktioksidan seperti vitamin A dan E.
5. Kedelai
Kedelai mengandung fitoestrogen atau estrogen yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Kedelai dapat kita konsumsi dari kecap, tempe, tahu, tauco atau susu kedelai.
2.6 Cara Memperlambat Datangnya Menopause
Datangnya menopause memang tidak dapat dihindari dan itu tidak perlu membuat diri kita cemas. Tapi ada persiapan-persiapan yang bisa kita lakukan untuk memperlambat kedatangannya, antara lain:
1. Berolah raga secara teratur
Olah raga selain membantu mengurangi datangnya gejala awal menopause, dapat pula meningkatkan kekuatan tulang. Mulailah dengan olah raga seperti jalan kaki, jogging, meditasi dan yoga.
2. Mengkonsumsi makanan yang kaya akan kalsium
Mengkonsumsi makanan seperti susu, keju dan kacang-kacangan dapat mengurangi kekeroposan tulang.
3. Mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin seperti buah-buahan dan sayuran.
Vitamin yang terkandung dalam buah-buahan dan sayuran dapat meningkatkan kesehatan tubuh.
4. Mengurangi konsumsi kopi, teh, minuman soda, dan alcohol.
Minuman ini banyak mengandung kafein yang dapat memperlambat penyerapan kalsium.
5. Menghindari rokok
Merokok dapat menyebabkan terjadinya menopause lebih awal dan memudahkan kita terkena osteoporosis.Berkurangnya produksi hormon esterogen pada masa menopause saat ini sudah dapat diantisipasi dengan memberikan hormon estrogen dari luar atau yang lebih dikenal dengan sebutan hormon replacement therapy.
BAB III
PENUTUP.
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Menopause adalah berhentinya masa menstruasi pada wanita yang rata-rata umurnya mencapai 50 tahun dengan rentang antara 48 dan 52 tahun.
2. Penyebab Menopause adalah adanya degenerasi atau penuaan secara alamiah pada organ reproduksi wanita.
3. Gejala-gejala menopause meliputi rasa panas, sembelit, gangguan tulang, sakit kepala, bengkak, linu dan rasa nyeri.
4. Nafsu seksual tidak ada hubungannya dengan produksi hormon pada saat atau sesudah menopause.
5. Menopause tidak dapat dicegah tetapi gejala-gejala menopause dapat ditekan dengan terapi estetogen pengganti, olah raga, berhenti merokok, mengkonsumsi kalsium, vitamin tambahan dan kedelai.
3.2 Saran
Dari sedikit penjelasan diatas, kiranya penulis dapat memberikan saran sebagai berikut:
1. Sebaiknya seorang wanita yang umurnya sudah mendekati 40 tahun harus berolahraga secara teratur, mengkonsumsi kalsium dan vitamin-vitamin yang berguna bagi tubuh agar masa menopausenya tidak terlalu cepat.
2. Sebaiknya seorang waniya mempersiapkan mentalnya untuk menghadapi masa menopause.

HUBUNGAN ANTARA IBU HAMIL ANEMIA DENGAN STATUS GIZI BALITA DI DESA 'X'

1.1 Latar Belakang
Berbagai masalah gizi di Indonesia salah satunya pada ibu hamil anemia dengan status gizi balita. Faktor-faktor yang menyebabkan asupan makanannya berkurang, kadar Hb-nya rendah, kekurangan Fe, absorbsi besi berkurang. Untuk mengatasi keadaan ini disamping memberikan suplementasi zat besi dan meningkatkan kadar hemoglobin, anemia sendiri adalah anemia yang disebabkan karena kekurangan zat besi di dalam tubuh yang mengakibatkan gangguan pada sentesa besi (Fe). Tetapi anemia kurang besi dengan pemberian tablet sulfaferons 3 x 10 mg/kg BB/hari, preparat besi parenteral, tranfusi (jika Hb kurang dari 5 gr/dl) antibiotik dan nutrisi kaya akan zat besi, bahaya pada anemia ibu hamil: BBLR, lesu, pucat dan lemah.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat ditarik rumusan masalah:
1. Apakah ada hubungannya ibu hamil anemia dengan status gizi balita?
2. Faktor-faktor apakah yang dapat mempengaruhi terjadinya ibu hamil anemia

1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan staus gizi balita.
2. Tujuan Khusus.
a. Mengetahui status ibu hamil anemia.
b. Mengetahui hubungan antara ibu hamil anemia dengan status gizi balita.
c. Mengetahui status gizi balita.
d. Mengetahui pola makan ibu hamil anemia.

1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi tentang hubungan antara ibu hamil antara dengan status gizi balita di desa Teras kabupaten Boyolali.
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk masukan dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya anemia pada ibu hamil.

Tinjauan Pustaka
1. Kerangka Konsep
Status gizi Balita
Konsumsi Makanan
Ibu Hamil Anemia
Faktor yang Mendukung
- Kemauan
- Reword
- Motivasi
Faktor Penghambat
- Aktivitas
- Kebiasaan Makan

Kerangka Teori
Ibu Hamil Anemia
Asupan Makanan
Status gizi Balita

Hipotesis Penelitian
Ada hubungan antara ibu hamil anemia dengan status gizi balita di desa Teras kabupaten Boyolali

Jenis dan Desain Penelitian
Berdasarkan jenis penelitian analitik dengan pendekatan coos sectional.

Populasi dan Sampel
Populasi adalah semua ibu hamil anemia yang wanita subur yang tercatat sebagai warga desa Teras di kabupaten Boyolali sebanyak 100 orang.
Sampel adalah jumlah ibu hamil anemia yang diambil secara random sampling dengan jumlah sampel 50 ibu hamil

Variabel Penelitian
Variabel bebas : ibu hamil anemia
Variabel tingkat : status gizi balita

Cara Pengumpulan Data
1. Metode wawancara
2. Metode Penggunaan koesioner
3. Metode uji laboratorium

from : http://911medical.blogspot.com

Selasa, 25 November 2008

HUBUNGAN ANTARA VAKSINASI DENGAN KEJADIAN AUTISME PADA ANAK USIA 1-5 TAHUN DI DESA KRAGILAN KABUPATEN SERANG TAHUN 2008

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 latar belakang
Berbagai pernyataan, berita dan kesaksian yang menghubungkan antara pemberian vaksinasi dengan terjadinya autisme pada anak telah menimbulkan kekhawatiran tentang keamanan vaksin beberapa thun belakangan ini . hal itu mengakibatkan banyaknya orang tua yang menolak membawa anaknya untuk di imunisasi. Dengan demikian, anak-anak tidak akan mendapatkan perlindungan terhadap penyakit-penyakit yang justru sangat berbahaya.
Menurut Prof.Dr. Irwan Darmansyah, SpFK vaksin mengandung suatu senyawa merkuri organic yang ssering dikenal dengan sebutan Thimerosal yang memiliki fungsi untuk mencegah perkembang biakan jamur atu bakteri selama proses manufacturing (pembuatan, pengemasan, pengiriman, penyimpanan, pengunaan). Dan menurut Jaquelyn Mc Candless, MD menyebutkan bahwa thimoresal mengandung etil merkuri hingga melebihi ambang batas. Kelebihan ini tidak dapat ditoleransi oleh tubuh sebagian anak sehingga menjadi berbahaya dan kemudian memicu autisme.
Dari hasil survey data yang dipublikasikan oleh majalah The Lancet awal tahun 1998 yang melaporkan bahwa telah ditemukan gangguan tingkah laku pada 8 dari 12 (66,7%) anak setelah mendapatkan imunisasi.
Setelah menyimak lebih lanjut isu yang berkembang di masyarakat akan keterkaitan kejadian autisme dengan pemberian vaksinasi. Isu tersebut masih kontroversi dan belum dipahami dengan jelas, bila hal tersebut dibiarkan berkembang di masyarakat, dapat berdampak menurunnya antusiasme masyarakat untuk bersedia diberikan vaksinasi, sehingga dapat mempengaruhi rendahnya tingkat kekebalan tubuh terhadap penyakit jika tidak dilakukan vaksinasi. Untuk itu peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang kejadian autisme dengan pemberian vaksinasi.

1.2 Rumusan Masalah
Semakin rendahnya antusiasme ibu yang membawa anaknya untuk di vaksinasi

1.3 Pertanyaan Penelitian
1.3.1 Apakah ada hubungan antara pemberian vaksinasi dengan kejadian autisme?
1.3.2 Bagaimana kejadian autisme pada anak yang diberikan vaksin?

1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara pemberian vaksin dengan kejadian autisme pada anak
1.4.2 Tujuan khusus
1.4.2.1 Mengetahui besarnya kejadian autisme.
1.4.2.2 Mengetahui pemberian vaksin pada anak.
1.4.2.3 Mengetahui pengaruh vaksin pada kejadian autisme.

1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Untuk petugas
Hasil penelitian dapat dijadikan masukan atau dasar dalam menyusun rencana penyuluhan pada masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan pentingnya pemberian vaksin pada anak
1.5.2 Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk masukan dalam rangka meningkatkkan kesaadaran masyarakkat tentang pentingnya vaksinasi.


BAB II
TINJAUAN TEORI

A. VAKSINASI
Vaksinasi adalah pemberian vaksin kedalam tubuh seseorang untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit tertentu. Vaksinasi sering juga disebut imunisasi. (Wikipedia)
Vaksin berasal dari kata Vaccinia yaitu penyebab cacar sapi yang ketika diberikan kepada manusia akan menimbulkan pengaruh kekebalan terhadap cacar. Pengertian vaksin itu sendiri adalah bahan antigenic yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau liar.
Semua vaksin mempunyai 3 jenis bahan utama, antara lain :
1. Bahan kuman.
Bahan kuman adalah organisme hidup berupa virus dan bakteri yang telah dilemahkan atau berupa virus dan bakteri yang telah dibunuh atau tidak aktif atau juga berupa toksoid yang terbuat dari toksin (racun) yang sudah di non-aktifkan yang diproduksi oleh virus dan bakteri.
2. Bahan-bahan yang ditambahkan untuk menjalankan berbagai fungsi.
Adapun bahan-bahan tambahan yang dimasukkan dalam vaksin, antara lain :
§ Aluminium
Aluminium berfungsi untuk mendorong fungsi antibodi. Logam ini dikenal sebagai kemungkinan penyebab kejang, alzhaimer, kerusakan otak dan dementia (pikun). Aluminium terdapat dalam vaksin DPT, DaPT dan hepatitis B.
§ Formaldehida (formalin).
Formaldehyde (formalin) digunakan untuk menon-aktifkan kuman. Formalin dikenal sebagai bahan karsinoma (penyebab kanker).
§ Fenol.
Fenol dalam dosis tertentu sangat beracun dan lebih membahayakan daripada sekedar merangsang imun, sehingga dianggap berlawanan dengan tujuan pembuatan vaksin. Fenol antara lain digunakan dalam proses pembuatan vaksin tifoid.
§ Thimerosal
Thimerosal berfungsi sebagai pengawet. Bahan ini mengandung hamper 50 persen etilmerkuri yang berarti mempunyai sifat seperti air raksa.
§ Gelatin
Gelatin merupakan bahan yang diperoleh dari hidrolisis kolagen yang terdapat pada tulang dan kulit hewan terutama sapi dan babi. Gelatin antara lain digunakan dalam proses pembuatan vaksin MMR dan varicella. Bahayanya sama seperti bahaya pada formalin.
§ Benzetonium klorida, glutamate, neomisin.
3. Biakan dimana vaksin dibuat.
Dalam proses pembuatan vaksin, bakteri yang beracun atau virus yang hidup akan dilemahkan dengan cara berulang-ulang dilewatkan melalui suatu media biakan antara lain jaringan otak kelinci, jaringan marmot, jaringan ginjal anjing, jaringan ginjal monyet, embrio ayam, atau protein telur ayam atau bebek dan kerap kali menggunakan jaringan janin manusia yang digugurkan.
Protein hewani yang berasal dari media biakan vaksin akan masuk ke dalam tubuh manusia tanpa melalui proses pencernaan (melalui suntikan langsung ke dalam aliran darah). Protein yang tidak dicerna adalah penyebab utama alergi dan juga bisa menyerang jaringan pelindung sel-sel syaraf dan menimbulkan kerusakan dalam system syaraf.

B. AUTISME
1. Pengertian autisme
Autisme adalah ketidaknormalan perkembangan neuro yang menyebabkan interaksi yang tidak normal, kemampuan komunikasi, pola kesukaan dan pola sikap. Autisme bisa terdeteksi pada anak berumur paling sedikit 1 tahun. Autisme empat kali lebih banyak menyerang anak laki-laki daripada anak perempuan.
2. Penyebab Autisme
Penyebab autisme sampai sekarang belum dapat ditemukan dengan pasti, tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa terlalu banyak vaksin hepatitis B dan MMR bisa berakibat anak mengidap penyakit autisme.hal ini dikarenakan vaksin tersebut mengandung zat pengawet thimerosal yang terdiri dari etilmerkuri yang menjadi penyebab utama syndrome autisme spectrum disorder.
3. Tanda-Tanda autisme
a. Tidak bisa menguasai atau sangat lamban dalam penguasaan bahasa sehari-hari Hanya bisa mengulang-ulang beberapa kata.
b. Mata yang tidak jernih atau tidak bersinar.
c. Tidak suka atau tidak bisa atau atau tidak mau melihat mata orang lain.
d. Hanya suka akan mainannya sendiri (kebanyakan hanya satu mainan itu saja yang dia mainkan).
e. Serasa dia punya dunianya sendiri.
f. Tidak suka berbicara dengan orang lain.
g. Tidak suka atau tidak bisa menggoda orang lain.
4. Bagian tubuh yang terlibat dalam terjadinya autisme
a. Otak.
b. System imun.
c. Saluran pencernaan


BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS

3.1 KERANGKA KONSEP

VAKSINASI dihubungkan dengan tanda panah AUTISME

3.2 DEFINISI OPERASIONAL
Vaksinasi : Pemberian vaksin kedalam tubuh seseorang untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit tertentu
Cara ukur : Wawancara.
Alat ukur : KMS.
Hasil ukur : 1. Dimunisasi apabila pernah mendapat vaksin.
2. Tidak diimunisasi apabila sama sekali tidak mendapat vaksin
Skala ukur : Nominal.

Autisme : Ketidaknormalan perkembangan neuro yang menyebabkan interaksi yang tidak normal, kemampuan komunikasi, pola kesukaan dan pola sikap
Cara ukur : Observasi dan wawancara.
Alat ukur : Pedoman observasi.
Hasil ukur : 1. Autis apabila menunjukkan gejala-gejala autisme.
2. Tidak autis apabila tidak menunjukkan gejala-gejala autisme
Skala ukur : Nominal.

3.3 HIPOTESIS
Terdapat hubungan antara Vaksinasi dengan kejadian.autisme pada anak di desa kragilan kabupaten serang


BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 DESAIN STUDI
Berdasarkan jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan case control.

4.2 POPULASI DAN SAMPEL
4.2.1 Populasi adalah semua anak yang berumur 1 sampai 5 tahun yang menetap di desa kragilan kabupaten serang pada tahun 2008.
4.2.2 Sample adalah sebagian anak yang berumur 1 sampai 5 tahun yang menetap di desa kragilan kabupaten serang pada tahun 2008 sebanyak 20 anak.

4.3 PROSES PENGUMPULAN DATA
Metode wawancara dan observasi.

4.4 INSTRUMEN
KMS dan pedoman observasi.

4.5 MANAJEMEN DAN ANALISIS DATA
4.5.1 Editing atau mengedit data, bertujuan untuk mengevaluasi kelengkapan, konsistensi dan kesesuaian antara criteria data yang diperlukan untuk menguji hipotesis atau menjawab tujuan penelitian.
4.5.2 Coding atau mengkode data, bertujuan menguantifikasi data kualitatif atau membedakan aneka karakter. Pemberian kode ini sangat diperlukan terutama dalam pengelolaan data baik secara manual, menggunakan kalkulator maupun computer.
4.5.3 Tabulasi data, baik tabulasi data mentah maupun table kerja untuk menghitung data tertentu secara statistic.
4.5.4 Uji asumsi statistic menentukan rumus yang tepat untuk digunakan dalam rangka analisis atau pengolahan data penelitian. Dalam hal ini, peneliti menggunakan rumus kai kuadrat, untuk analisis bivariat sedangkan secara univariat dengan dianalisi besarnya proporsi kejadian autisme dan proporsi vaksinasi yang dilakukan pada sample.

4.6 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Waktu : 1 bulan, dimulai dari tanggal 1 sampai 30 November 2008 dan pelaksanaan penelitian dilakukan setiap hari pada pukul 14.00-16.00 WIB.
Tempat : Desa kragilan (masyarakat).

4.7 KETERBATASAN PENELITIAN
Menggunakan bahasa yang tidak dapat dimengerti oleh responden. Oleh karena itu, peneliti harus menyesuaikan diri dengan bahasa yang digunakan oleh responden, sehingga tidak terjadi kesalahan persepsi.
from : mahasiswi politeknik kesehatan bandung perwakilan jurusan kebidanan rangkasbitung jalum tingkat III